Minggu, 18 Oktober 2009

PPH UMUM

PPH UMUM

Setiap wajib pajak harus memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa harus menunggu surat ketetapan dari pihak Direktorat Jenderal Pajak(UU KUP ps 12 ). Artinya penetuan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak terutang yang sudah dibayar sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kewajiban yang harus dipenuhi sendiri tersebut antara lain:
1. Mendaftarkan diri
“Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak …”{UU KUP ps 2 ayat(1)}
Wajib pajak yang sengaja tidak mendaftarkan diri, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada negara, dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.(UU KUP ps 39 ayat (1) huruf a)
2. Mengisi, menandatangani dan menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak ditempat wajib pajak terdaftar [UU KUP ps ayat (1) ] Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Umumnya surat pemberitahuan sudah ditentukan bentuknya dan dapat diambil atau disediakan oleh Direktoral Jenderal Pajak [UU KUP ps 1 huruf f ].
3. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatan (UU KUP ps 28 ) pembukuan dan pencatan harus dilakukan di Indonesia dengan mengguakan huruf latin dan angka Arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing dan uang asing yang harus memperoleh izin dari Mentri Keuangan. Izin yang akan diberikan adalah untuk wajib pajak dalam rangka penanaman modal asing, kontrak bagi hasil dalam pertambangan. Walaupun pembukuan dan pencatatan dalam bahasa dan uang asing, Surat Pemberitahuan tetap dilaksanakan dengan bahasa Indonesia dan mata uang rupiah.

4. Bila diperiksa harus :[UU KUP ps 29]

a. memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dpokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib wajib pajak.
b. Mengizinkan memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan .
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakn tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan denda kenaikan serta sanksi pidana berupa kurungan atau penjara dan denda.

Definisi Pajak Pnghasilan
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas pengahsilan yang diterima atau dioperolehnya dalam tahun pajak. [UU PPh ps 1]
Dari defenisi diatas ada tiga unsure pajak penghasilan: 1) Subjek Pajak;2) Pengahasilan;3) Tahun Pajak yang akan menjadi urutan bahasan berikitnya.

Subjek Pajak(ps 2 UU PPh)
Dalam UU PPh ketentuan tentang subjek pajak (ps 2 ) lebih dahulu dari ketentuanobjek pajak/pengahsilan(ps 4 ). Pengaturan tersebut disebabkan karena pajak penghasilan adalah pajak subjektif dimana yang ditentukan lebih dahulu siapa yang harus dikenakan pajak , dan mengikuti konvensi internasional yang mendahulukan pembahasan tentang subjek dari objek atau penghasilan .
Sujek Pajak adalah pihak yang potensial dikenakan penghasilan adalah orang, warisan yang belum terbagi, badan usaha tetap (BUT, Permanent Establisment/PE) dan badan. Keempat-empatnya dalam undang-uandang disebut subjek pajak (UU PPh ps 1 dan ps 2). Potensial maksudnya subjek pajak tidak atau belum dikenakan pajak penghasilan sepanjang belum mempunyai penghasilan karena praktis sang bayi belum mempunyai penghasilan. Begitu pula orang yang pengahasilannya masih dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak – PTKP , tidak akan dikenakan pajak penghasilan ( UU PPh ps 7 .
Pengenaan pajak pada umumnya harus memenuhi sua kriteria subjeknya dan objek secara kumulatif. Salah satu perbedaan mendasar antara PPh dengan pajak lainnya adalah pada PPh yang ditentukan atau dicari lebih dahulu adalah subjeknya setelah itu baru dientukan atau dicari objeknya. Pajak-pajak lain sebaliknya, ditentukan dulu objek yang akan dikenakan pajak setelah itu baru ditentukan subjeknya. Dalam hal PPh bila tidak ada subjek pajak namun ada penghasilan tidak dapat dikenakan pajak penghasilan, karena tidak tahu siapa yang harus membayar pajak. Sebaliknya ada subjek pajaktetapi tidak ada penghasilan maka tidak ada pula pajak penghasilan.

Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri(SPLN)
Subjek pajak dibedakan antara SPDN dan SPLN. Subjek pajak yang mempunyai penghasilan menjadi atau disebut Wajib Pajak.
Orang yaitu orang pribadi dalam pengertian yang umim, orang hidup, baik yang bertempat tinggal atau diam di Indonesia ataupun diluar Indonesia. Orang
yang bertempat tinggal atau berdiam di Indonesia disebut subjek pajak dalam negeri dan yang bertempat tinggal atau berdiam diluar negeri di sebut subjek pajak luar negeri.
Orang yang digolongkan sebagai SPDN bila yang bersangkutan:
a. bertempat tinggal di Indonesia. Apakh orang bertempat tinggal di Indonesia ditentukan menurut keasaaan. UU pajak negara kita tidak secara tegas menetukan bagaimana penetuan tempat tinggal seseorang. Namun dalam model konvensi pajak berganda PBB ditentukan cara penetuan tempat tinggal seseorang disuatu negara sebagai berikut:
1. orang dianggap bertempat tinggal disuatu negara bila dia mempunyai rumah tangga yang tetap dinegara itu. Bila orang mempunyai dua rumah tangga yang tetap lebih dari suatu negara, maka dia dianggap bertempat tinggal di negara dimana yang bersangkutan mempunyai hubungan pribadi dan uasaha yang lebih dekat( personal and economic relations are closed – center of vital interest )
2. Bila orang mempunyai hubungan pribadidan usaha yang lebih dekat dilebih satu negara, atau tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap[ di negara manapun, maka dia dianggap bertempat tinggal dimana yang bersangkutan biasanya atau sering berada (abode).
3. bila orang sering berada dilebih satu negara atau tidak sama sekali maka orang itu dianggap bertempat tinggal dimana dia mempunyai status kewarganegaraan(national)
4. Bila dia mempunyai dua kewarganegaraan atau lebih atau tidak punya sama sekali maka tempat tingalnya ditentukan atas kesepakatan dari negara yang bersangkutan.

Undang-undang pajak Indonesia memberi kewenangan kepada Direktoral Jenderal Pajak untuk menetapkan dimana seseorang bertempat tinggal. Hal ini terlihat dalam ps UU PPh yang berbunyi:
‘… Wajib pajak wajib mendaftar diri… ditempat tinggal… Direktoral Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran…”
Wajib pajak wajib mendaftarkan diri ditempat tinggalnya. Bila tempat tinggalnya yang pasti tidak diketahui atau tidak ada, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menetukan dimana orang terssebut mendaftarkan diri. Dengan kata lain Direktoral Jenderal Pajak dapat menetapkan dimana seseorang bertempat tinggal.
b. Orang yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. 183 hari itu tidak harus berturut-turut asalkan dalam jangka waktu dua belas bulan. Dua belas bukan berarti setahun takwim. Dapat saja tahun takwimnya berbeda, namun lebih dari 183 hari tersesbut dihitung dalam jangka waktu dua belas bulan, walaupun dalam dua tahun takwim.
Orang yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sejak hari pertama dia tinggal di Indonesia sudah termasuk dalam kelompok

c. Subjek Pajak dalam negeri. Mengenai niat tentunya hanya dapat diketahui dari pemberitahuan yang bersangkutan.

Orang di golongkan sebagai subjek pajak luar negri bila yang bersangkutan:
a. tidak bertempat tinggal di Indonesia namun memperoleh penghaasilan dari Indonesia.
b. Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan atau dapat menerima atau memperolah penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalan kan usah tetap di Indonesia (UU PPh ps 2 ayat (4) ]

Orang sebagai subjek pajak luar negeri berdasarkan keteetuan undand-undang dibedakan antara subjek pajak orang pribadi dan bentuk usaha tetap subjek pajak luar negeri orang pribadi yang menjalankan usaha memperolah pengahasilan dari usaha di Indonesia termasuk dalam kategori bentuk usaha tetap. Selain dari itu adalah subjek pajak luar negeri orang pribadi, misalnya pegawai expatriate, orang asing yang bekerja di Indonesia kurang dari 183 hari dalam masa 12 bulan.

Warisan yang belum terbagi, warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan digolongkan sebagai subjek pajak dalam negeri. (UU PPh ps 2 ayat (2) huruf c ).
Warisan yang belum terbagi namun berada di luar negeri bukan subjek pajak di Indonesia. Sebagaimana subjek pajak menjadi wajib pajak bila telah berpenghasilan begitu pula warisan yang belum terbagi menjadi wajib pajak setelah ada penghasilan warisan tersebut. Misalnya warisan yang belum terbagi merupakan tanah kosong. Lahan ini adalah subjek pajak namun bukan wajib pajak. Akan tetapi warisan took yang ada penghasilannya adalh subjek pajak dan sekaligus wajib pajak dalam negeri.

Badan adalah kumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usah maupun yangtidak melakukan usah yang meliputi persroan terbatas, persroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapu, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisai social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga ,bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya UU KUP ps 1 butir 2 )
Badan menjadi subjek pajak dalm negeri bila didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Badan menjadi subjek pajak luar negeri bila tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia baik dengan bentuk usaha tetap atau tidak namun menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap (BUT – permanent Establisment), adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh:1) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam massa dua belas bulan;
2) badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia (UU PPh ps ayat (5)]. BUT adalah subjek/wajib pajak luar negeri.

Wajib Pajak
Ada dua rumusan tentang wajib pajak menurut undang-unadang perpajakn yang pada hakikatnya sama. Pertama rumuasn menurut ps 1 butir 1 UU KUP yang berbunyi “ wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakn termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu” Kedua rumusan menurut memori penjelasan ps 2 ayat 2 UU PPh yang berbunyi “ Subjek pajak dalam negri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Khusus untuk orang pribadi apabila penghasilan telah melebihi penghasilan tidak kena pajak, sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak, sehubungan dengan pengahsilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh meleui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memnuhi subjektif dan objektif”

Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bebrapa pengertian:
1. Umumnya orang dan badan adalahwajib pajak menurut UU KUP
2. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memnuhi kewajiban subjektif dan objektif menurut UU pajak penghasilan. Kewajiban Subjektif timbul karena telah ditunjukannya oleh undang-undang orang dan badan sebagai wajib pajak. Kewajiban objektif timbul pada saat orang pribadi telah mempunyai penghasilan melebihi penghasilan tidak kena pajak sedangkan badan pad saat menerima atau memperoleh penghasilan.

Wanita KAwin, wanita kawin sebagai subjek pajak bila mempunyai penghasilan dalam pengenaa pajaknya digabungkan denganpenghasilan suaminya. Penggabungan boleh tidak dilakukan bila suami istri telah hidup berpisah atau dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan [UU PPh ps 8 ayat(1-3)]

Anak yang belum ddewasa, (belum delapan belas tahun atau belum kawin). Penghasilan anakyang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya kecuali pengahasilan itu diperoleh dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang tuanya itu [UU PPh ps 8 ayat (4) ]

TAhun Pajak
Pada dasarnya penghasilan yang akan dikenakan pajak penghasilan adalah penghasilan untuk satu tahun pajak. Tahun pajak tidak selalu harus tahu takwim (1 januari – 31 desember ) namun dapat juga tahun buku atau tahun anggaran sepanjang tahun dimaksud meliputi waktu 12 bulan misalnya 1 april – 31 Maret tahun berikutnya (mp UU PPh ps 1 ).
Penyebutan tahun pajak adalah tahun takwim. Bagi wajib pajak yang tidak menggunakan tahun takwim penyebutan tahun pajak adalah menggunakan tahun yang didalmnya termasuk enam bulan pertama atau lebih dari enam bulan.
Contoh:
a. Tahun pajak sama dengan tahun takwim.Pembukuan 1 Januari s/d 31 Desember 2002. Tahun pajak adalah tahun 2002
b. Tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim
1) Pembukuan 1 Juli 2002 s/d 30 Juni 2003. Tahun pajak adalah tahun 2002, karena tahun 2002 mempunyai enam bulan pertama dari tahun pajak.
2) Pembukuan 1 April 2002 s/d 31 Juni . Tahun pajak adalah tahun 2002 karena tahun 2002 mempunyai lebih enam bulan dari tahun pajak itu.
3) Pembukuan 1 Oktober 2002 s/d 30 September 2003. Tahun pajak adalah tahun 2003, karena tahun2003 mempunyai lebih enam bulan dari tahun pajak itu.

Pengenaan pajak penghasilan dapat dilakukan tidak untuk penghasilan satu tahun pajak melainkan untuk bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektif dari wajib pajak bermula atau berakhir dalm tahun pajak.
Contoh :
1. Kewajiban pajak subjektif mulai dalam tahun pajak. Suatu perusahan didirikan tanggal 1 Maret 2002, namun pembukuannya memakai tahun takwim1 Januari – 31 Desember maka untuk tahun 2002 penghasilan yang dikenakan pajak bukan penghasilan untuk satu tahun pajak melainkan sebagai tahun pajak.
2. Kewajiban pajak subjektif berakhir dalam tahun pajak. Wajib pajak meninggal dunnia 1 April 2003. Kewajiban pajak sbjektifnya sudah sejak lahir. Wajib pajak orang pribadi umumnya dikenakan pajak untuk satu tahun takwim. Maka terhadap wajib pajak ini dikenakan pajak penghasilan untuk bagian tahun pajak tiga bulan.

Prinsip( kerangka dasar ) pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan
1. Setiap WP PPh wajib menghitung sendiri, memperhitungkan, membayar ke kas negara atau Bank yang ditunjukdan melaporkan sendiri pajak terutama kepada Direktoral Jendral Pajak.
2. Penghasilan yang akan dikenakan pajak adlah penghasilan satu tahun baik yang berasal dari Indonesia maupun yang dari luar Indonesisa(UU PPh ps 4 ayat 1). Dengan demikian pajak penghasilan baru dapat dihitung secara definitive pada akhir tahun.
3. Dalam tahun berjalan harus diangsur pajak , pembayaran dimuka atas pajak penghasilan yang akan terutang pada akhir tahun. Pembayaran di muka berupa:

a. angsuran yang harus dihitung dan dibayar sendiri oleh WP yang bersangkutan ps 25
b. dipungut atau dipotong oleh pihak yang terutang atau yang wajib membayarkan penghasilan tersebut(ps 21,22,23)
c. dipungutoleh Direktoral Jenderal Bea dan Cukai atau disetor sendiri pada waktu mengeluarkan barang yang diimpor dari gudang pelabuhan. (ps 220
d. Pajak penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri.(penghasilan dari luar negri digabung dengan penghasilan dalam negeri)

4. Setiap akhir tahun pajak WP PPh wajib melaporkan kewajiban pajak melalui pengisian surat pemberitahuan paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun Pajak
5. Menghitung sendiri angsuran bulanan, tahun berikutnya, yang pada dasrnya 1/12 dari PPh tahun pajak yang baru berlalu setelah dikurangi dengan pajak yang dipungut atau dipotong pihak lain atau yang terutang atau disetor di luar negeri.

Semua wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap wajib memenuhi keweajiban pajaknya dengan system self assessment. Dengan perkataan lain wajib pajak luar negeri kecuali BUT tidak diwajibkan memenuhi kewajiban pajaknya dengan self assessment. Kewajiban pajak WPLN harus dipenuhi oleh pihak dan atau Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT yang membayarkan atau yang terutang penghasilan tersebut kepada wajib pajak luar negri tersebut(UU Pph ps 26)

Tarif dan Cara menghitung pajak penghasilan
Tarif pajak progressif dan proporsional dipakai dalam pengenaan PPh. Tarf pajak progressifvditerapkan pada penghitungan pajak untuk satu tahun pajak seperti pajak penghasilan umum dan pajak penghasilan karyawan(Employment Tax).TArif pajak proporsional ditera[kan terhadap pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan oleh pemotong dan pemungut pajak terhadap pihak lain. Umumnya pajak-pajak penghasilan yang dipotong dan dipungut erupakan angsuran pajak penghasilan bagi terpotong dan terpungut, kecuali kalau ditentukan lain karena final tau pemotongan PPh terhadap wajib pajak luar negeri.
Uraian dalam contoh (model)
a. Penghasilan tahun pajak 2000 Rp 300.000.000
b. Pajak pengahsilan (lihat taridalanpendahuluan)
10% dari Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
15% dari Rp 250.000.000 = Rp 3750.000
30% dari Rp 250.000.000 = Rp 75.000.000
Jamal Rp 300.000.000 = Rp 81250.000
c. dipotong PPh oleh pemberi kerja(ps 2) Rp 15.000.000,-
d. disetor sendiri(ps 25) Rp 12 000.000,-
e. dipungut pihak lain(ps 22) Rp 10.000.000,-
f. dipotong oleh pihak lain(ps23) Rp 2.500.000,-
g. disetor/terutang diluar negeri(ps24) Rp 7500.000,-
h. jumlah pembayaran dimuka(kredit pajak) c+d+e+f+gRp 47 000 000,-
Rp 34.250.000,-
Setoran paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak(ps 29)
Angsuran bulanan tahun pajak berikut adalah:
1/12 dari b – (c+e+f+g) =
1/12 dari Rp81250000 – (15 000 000+10000000+2500000+7500000)
1/12 dari Rp 81250000 – Rp 35 000 000
1/12 dari Rp 46250000 = Rp 3020833,33 disetor tap bulan untuk tahun pajak 2001 berikutnya.

Objek Pajak
Berdasarkan UU no. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1,
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
2) Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang.
7) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8) Royalty.
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta.
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11) Keuntungan karena pembebasan hutang.
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14) Premi asuransi.
15) Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.
16) Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:
a. - Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerinatah dan par apenerima zakat yang berhak
- Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai dimaksud dalam pasal 2 atay(1) huruf b pengganti saham atau sebagai penganti penyertaan modal
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yan gditerima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak badan atau pemerintah
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa
f. Diveden atau bagian laba yan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi badan usaha milik negera atau badan usaha milik daerah dari penyertaan modal. Pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indoensia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima diveiden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendirannya telah disahkan oleh menteri keuangan
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
i. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selam 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegitan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut;
1. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha uang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia
k. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana yang dimaksud pada huruf g, dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh mentri keuangan.

Deductible dan non deductible
Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2000 pada pasal 6 ayat yang pertama, dijelaskan bahwa penghasilan kena pajak bagi WP dalam negeri dan BUT ditetapkan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan,biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan Pasal 11A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dengan debitur yang bersangkutan.
3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
4) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktur Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak.
Pasal 9 UU No. 17 Tahun 2000 Dalam pasal yang ke sembilan dijelaskan tentang menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP dalam negeri dan BUT tidak boleh dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oieh Perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukkan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh WP orang pribadi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan lstimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh WP orang pribadi pemeluk agama islam dan atau WP badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembayaran dalam bentuk kenikmatan dan natura
Akuntansi mendefinisikan biaya sebagai suatu yang dkorbankan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Jadi semua usaha, tenaga, dan sumber yangd gunakan untuk memperoleh hasil adalah biaya. Oleh karena itu semua pembayaran dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada karyawannya adalah biaya
Ketentuan mengenai pembayaran dalam bentuk natura atau kenimatan diatur oleh Direktur jenral pajak dalam SE No.182/PJ21/1985 tgl 7 okt 1985, berikut contoh-contoh biaya (fringe benefits) yangtidak dapat dikurangkan serta petunjuk :
1. Fasilitas pengobatan
a. Klinik atau rumah sakit milik perusahaan, jika pegawai perusahaan memperoleh fasilitas pengobatan yangtidak diterima dalam bentuk uang tunai, maka bagi yang bersangkutasnn penerimaan kenikmataan ini bukan penghasilan.
b. Klinik atau rumah sakit pihak ketiga, jika biay apengoabtan karyawan dibarakan lansung kepada klinik, rumah sakit, dan dokter lain diluar perusahaan , bagi pegawai merupakan kenikmatan. Dengan demikian biaya tersbeut tidakboleh dikurangkan senagai biaya
2. Kenikmatan mendiami rumah milik perusahaan
a. Pemberian perumahan karyawan yang tdaik terletak didaerah terpencil. Jika kenikmatan mendiami rumah tidak diperlukan sebagai penghasilan bagi pegawai maka perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya yang berkaitan dnegan rumah(biaya penyusutan, renovasi atau pemeliharaan) sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak. Agara perusahaan dapat mengurangkan pengeluran tersebut sebagai biaya kepada pegawai harus diberikan tunjangan perumahan.
b. Pemberian perumahan yang terletak didaerah terpencil. Pengeluran perumahan didasarha terpencil, sesuai dengan KMK.No,960./KMK.04/1983, adalah pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan adalah biaya pemberian kenikmatan perumahan didaerah terpencil dapat dikurangkan sebagai biaya dan tidak dhitung sebagai penghasilan bagi pegawai
c. Mess untuk transit, biaya fasilitas mess yang dkeluarkan oleh perusahaan sebagai tempat transit bagi pegawainya dapat dikurangkan sebgai biaya dalam menghitung penghasilan ken apajak
3. Perlengkapan keselamatan kerja yang diwajibkan oleh peraturan keselamatan kerja, ini dapat dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi karyawan.
4. Fasilitas rekreasi dan olah raga, pengeluaran yang dilakuan perusahaan untuk pengadaaan dan pembiayaan fasilitas rekreasi dan olah raga yan gterletak jauh dari kota untuk menjaga kesehatan dna moral karyawanan dapat dikurangkan sebgai biaya, jik fasilitas tersbeut berada didekat atau dalam kota, pengeluaran demikian tidak dapat dkurangkan sebagai biaya.
5. Biaya perjalanan
A. Biaya perjalan dalam rangka perjalanan dinas , biay aperjalanan dinas bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yan gbersnagkutan. Pengeluranan ini merupakan biaya yang dapat dikurangkan oleh perusahaan dalam penghitungan penghasilan kena pajak
B. Biaya perjalanan pegawai yang berpisah keluarga, apabila perusahaan memberikan biay aperjalanan dalam bentuk kenikmatan maka pengeluaran ini tidak dapat dibiayakan, sedangkan bagi pegawai penerimaan itu tidak merupakan penghasilan. Jika perusahaan memberikan fasilitas dalam bentuk uang tuunai maka pengeluaran ini dapat dikurangkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Bagi pegawai yang menerima uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan.
C. Biaya perjalanan pemulangan pegawai, biaya perjalanan pemulangan pegawai ketempat semula(tempat melalar pekerjaaan) krena pemberhentian, sakit-sakitan dna pensiun dapat diperlakukan sebagai biaya oleh perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak.
6. Fasilitas pelatihan dan pendidikan, fasilitas pendidikan dan pelatihan beserta biaya-biaya untuk itu dalam rangka meningkatkan keterampilan pegawai dapat dibiayakan oleh perusahaan
7. Fasilitas kafetaria, apabila perusahaan menyediakan dan membiayai kafertaria dalam memberikan makanan dam minuman gratis kepada pegawau, pengeluaran ini tidak diperkenankan untuk dikurangkan sebagai biya dalam memnghitung penghasilan kena pajak. Tentu penerimaan kenikmatan atau natura ini bukan penghasilan bagi pegawai.
8. Fasilitas kendaraan, apabila kendaraan semata-mata dipakai untuk keperluan perusahaan dan sama sekali tidak pernah dipakai untuk keperluan pribadi (tidak dibawa pulan gkerumah) maka biaya yang berhubungan dnegan kendaraan ini dan biaya eksploitasinya dapat dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung pajak penghasilan
9. Asuransi kecelakaan, biaya asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dikurangkan sebagai biaya dan bagi pegawai, pengeluaran ini diperhitungkan sebagai penghasilan. Apabila ternyata kemudian ada pembayaran santunan asuransi, penerimaan ini bukan penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian perusahaan asuransi membayar santunan asuransi tidak memotong pajak penghasilan tertanggung.
10. Pembayaran dalam bentuk natura dna kenikmatan didaerah terpencil, tunjangan yang diberikan dalam bentuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan tertentu didaerah terpencil dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bagi penerima imbalan dimaksud bukan merupakan penghasilan. Karena itu, prinsip taxibility deductibility tidak berlaku untuk daerah terpencil. Pengertian daerah tepencil menrut undnag-undang tersebut anatara lain ditentukan oleh mudah tidaknya diajngkau oleh transportasi umum baik darat, laut, maupun udara dan keadaan prasaranana ekonomi dan sosialnya terbatas. Dengan keterbatasan ini penanaman modal daerah tersebut harus membangun sendiri prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan usahanya, seperti jalan lingkungan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit dan sekolah.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PPh Pasal 21
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Penyesuaian terhadap Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku efektif per 1 januari 2006 adalah sebagai berikut (137/PMK.03/2005) :

a. Rp 13.200.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
c. Rp 13.200.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sejak (PTKP) tahun pajak 2005 ( berlaku dari 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2005 )adalah sebagai berikut (564/KMK.03/2004) :
a. Rp 12.000.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
c. Rp 12.000.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak sebelum tahun pajak 2005 ( Berlaku sampai 31 Desember 2004 ) adalah sebagai berikut :
a. Rp 2.880.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b. Rp 1.440.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
c. Rp 2.880.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp 1.440.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Hubungan keluarga sedarah dan semenda
a. Sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung
b. Sedarah ke samping satu derajat : Saudara kandung
c. Semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri
d. Semenda ke samping satu derajat : Saudara Ipar
Dengan demikian saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP. Saudara dari bapak/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus. Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan. Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak memiliki penghasilan. Apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang atau membantu saja, maka tidak termasuk pengertian tanggungan sepenuhnya.
Status Wajib Pajak terdiri dari :
TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
PH Wajib pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
HB/... Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga.
Bagi karyawati kawin yang dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dapat diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.200.000,00 ( berlaku mulai 1 Januari 2006 ) dan ditambah PTKP untuk keluarganya. Bagi karyawan atau karyawati yang belum kawin dapat memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk dirinya dan tanggungannya sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim. Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2006 wajib pajak A berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila pada tanggal 1 Mei 2006 lahir anak yang kedua, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada wajib pajak A untuk tahun 2006 tetap dihitung berdasarkan status K/1 = Rp 13.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 = Rp 14.600.000,00

subjek pajak penghasilan

PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak meliputi :
• orang pribadi;
• warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
• badan; dan
• bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD, penerimaannya dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak
1. Badan perwakilan negara asing;
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
• bukan warga Negara Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

pph umum

Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak terdiri dari
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
2. Subjek Pajak Luar Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau;
- melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak
1.Badan perwakilan negara asing;
2.Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
• bukan warga Negara Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
-keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
-keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
-keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan atau pengambilalihan usaha;
-keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n.premi asuransi;
o.iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, epanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

Sabtu, 17 Oktober 2009

pajak penghasilan umum

pph adl pajak dikenakan karena adanya subyeknya yang telah memenuhikriteria yang telah ditetapkan dalamperaturan perpajakan.

1.subjek pajak pph umum
a.orang pribadi
b.warisan yang belum terbagi
c.badan
d.bentuk usaha tetap
yg tdk termasuk subyek pajak:
a.badan perwakilan negara asing
b.pejabat perwakilan diplomat
c.organisasi internasional
d.pejabat perwakilan organisasi internasional
kewajiban pajak subyektif
subjek pajak dalam negeri pribadi,dimulaii saat ia dilahirkan sampai dgn saat meninggal atau saat berada diindonesia dan memempunyai tempat tinggal diindonesiasampai dengan saat meninggalkan indonesia untuk selama-lamanya.
subyek pajak dalam negeri badan,dimulai saat didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia
sampai dengan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di indonesia.

2.obyek pajak
objekpajak penghasilan adalah penghasilan,yaitu setiap tambahan kemmpuan ekonomis yg diterima atau diperolehselama satu tahun pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi dan untuk menambah kekayaan.
a.objek pajak penghasilan
berdasarkan ayat4 pasal 1 UU PPh :
1)penggantian /imbalan berkenaan dengan pekerjaan/jasa
2)hadiah dari undian/pekerjaan/kegiatan dan penghargaan
3)laba usaha
4)keuntungan karena penjualan/pengalihan harta
5)penerimaan kembali pembayaran pajak pajak
6)bunga
7)deviden
8)royalti
9)sewa/penghasilan lain
10)penerimaan pembayaran berkala
11)keuntungan karena pembayaran hutang
12)keuntungan karena selisih kurs
13)selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14)iuran yg diterima perkumpulan sepanjang ditentukan berdasarkan volume atau pekerjaan bebas anggotanya.
15)tambahan kekayaan netto daripenghasilan yang belum dikenakan pajak
b.yang tidak termasuk obyek pajak
-sumabangan
-harta hibah
-warisan
-pembyaran klaimdari perusahaaan asuransi
-dll
c.penghasilan tdk kena pajak
PTKP untukkaryawan/pegawai tetap:
1)untuk warga pribadi sebesarRp15.840.000,00/tahun
2)tambahan untuk istri sebesar Rp 1.320.000,00?tahun
3)tanbahan untuk anak/tanggungan sedarah dan semenda dalam garis lurus ataupun anak angkat yang menjadi tanggungan penuh(max.3 orang)Rp.1.320.000,00 per orang per tahun
4)tambahan untuk istri yang bekerja dan penghasilannya digabung dgn suami Rp.15.840.000,00 /tahun

3.tarif pajak
pasal 17 UU PPh tahun 2000
wajib pajak pribadi
no lapisan penghasilan kena pajak tarif pajak
1 sampai dgn Rp.50.000.000,00 5%
2 diatas 50 juta s/d 250 juta 15 %
3 diatas 250 juta s/d 500 juta 25%
4. diatas 500 juta 35%

wajib pajak badan
mulai tahun 2009 untuk WP badan diberlakukan tarif tunggal yaitu 28% sedangkan untuk tahun 2010 diproyeksikan tarifnya 25%

4.dasar pengadaan pajak dan cara menghitung PKP
dasar pengenaan pajak :
1)Penghasilan kena pajak(Wp dalam negeri)
2)penghasilan bruto (WP luar negeri)
cara menghitung pajak :
1)pembukuan
2)norma perhitungan

a.pembukuan
PKP WP badan = penghasilan netto atau penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yg diperkenankan
PKP WP pribadi = penghasilan netto dikurangi PTKP
b.norma perhitungan
PKP = jumlah peredaran usaha atau atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun dikalikan dgn besarnya norma perhitungan penghasilan netto yg biasanya berbentuk persentase

syarat menggunakan norma perhitungan :
a)peredaran bruto maksimum Rp.600.000.000 pertahun
b)mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama tahun buku
c)menyelenggarakan pencatan

5.cara menghitung dan melunasi pajak
a.penghasilan
cara menghitung PPH
PPH = penghasilan kena pajak dikalikan tarif pajak pasal 17 UU Pajak
b.cara melunasi pajak penghasilan
1)pelunasan pajak pada tahun berjalan
a)pembayaran sendiri oleh WP(PPh pasal 25)
b)pembayaran melalui pemotong/pemungut atau pihak ketiga(PPh pasal 21,22,23,24)
2)pelunasan pajak setelah tahun pajak berakhir
a)pembayaran pajak karena kurang setor(pajak terhutang tahun berjalandikurang pajak yang telah dilunasi pada tahun berjalan)
b)Memmbayar pajak kurang setor menurut SKP dan STP